Pak Fadli Zon Diingatkan: Singkil Bukan Sekadar Wilayah, Ia Ruh Indonesia

Newscyber.id l Banda Aceh – Dalam suasana polemik pemindahan empat pulau dari Kabupaten Aceh Singkil ke Sumatera Utara, Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Sosiologi dari Universitas Syiah Kuala, menyerukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap makna historis dan budaya wilayah tersebut. Dalam tulisan reflektif bertajuk "Singkil Itu Bukan Sekadar Wilayah, Ia Ruh Indonesia Bagian 4", Prof. Humam mengajak pemerintah untuk melihat Singkil bukan hanya sebagai isu batas administrasi, tetapi sebagai titik awal perjalanan kebudayaan Indonesia.
Menurut Prof. Humam, Singkil merupakan tempat kelahiran tokoh besar Hamzah Fansuri penyair sufistik abad ke-16 yang syair-syairnya menjadi fondasi awal bahasa Melayu tinggi, cikal bakal bahasa Indonesia modern. Fansuri bersama dua muridnya, Syamsuddin As-Sumatrani dan Abdurrauf As-Singkili, bukan hanya pelopor pemikiran Islam Nusantara, tetapi juga pendiri kesadaran bahasa dan spiritualitas kebangsaan jauh sebelum Indonesia berdiri.
Dalam konteks ini, Prof. Humam menyampaikan harapan kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk menjadikan Singkil sebagai kawasan budaya nasional. “Jika Kementerian Kebudayaan bisa menginisiasi penetapan Singkil sebagai ikon bahasa dan spiritualitas Indonesia, maka bangsa ini menunjukkan bahwa ia tak lupa pada tanah tempat ia bertunas,” tulisnya.
Ia juga menyarankan didirikannya Pusat Studi Hamzah Fansuri dan penyelenggaraan Festival Bahasa dan Sufi Melayu Nusantara secara berkala. Lebih dari itu, ia mengusulkan agar tokoh-tokoh ini dimasukkan dalam kurikulum nasional sebagai pelopor kebudayaan Indonesia.
Seruan ini juga ditujukan kepada Presiden Prabowo, dengan penekanan bahwa kebudayaan adalah bagian integral dari strategi ketahanan nasional. “Mengangkat kembali Singkil bukan sekadar kebijakan kultural, tetapi langkah geopolitik simbolik dalam menghadapi dunia global yang cair dan tanpa pusat,” tegasnya.
Dengan menutup tulisannya, Prof. Humam memberikan peringatan tajam: memindahkan wilayah tanpa menghormati sejarah sama artinya dengan memutus urat nadi kebangsaan. Ia menyerukan agar Singkil dibaca kembali sebagai kisah awal dari jati diri Indonesia, bukan sekadar kasus administratif.
(Ramli Manik)