KILAS BALIK BANJIR ACEH SINGKIL: 25 TAHUN LALU DAN KINI, AIR BAH KEMBALI MENGANCAM
Newscyber.id l Aceh Singkil – Banjir besar kembali menerjang Aceh Singkil setelah 25 tahun. Fenomena ini mengingatkan masyarakat pada bencana besar tahun 2000, ketika luapan Sungai Lae Cinendang dan Lae Soraya merendam puluhan desa, memutus akses jalan, hingga menimbulkan korban jiwa.
Pada tahun 2000, hujan berintensitas tinggi membuat dua sungai besar itu tak mampu menampung debit air. Luapan sungai merendam rumah-rumah warga di sepanjang bantaran sungai. Kerugian saat itu tercatat sangat besar. Jalan utama Subulussalam–Sidikalang putus total di banyak titik akibat longsor. Badan jalan amblas, sejumlah kendaraan terseret arus, dan beberapa di antaranya menyebabkan korban jiwa.
Sungai Lae Cinendang yang berhulu di Humbahas dan Pakpak Bharat, serta bermuara ke Samudera Hindia, menjadi pusat ledakan banjir besar tersebut. Dengan curah hujan ekstrem, puluhan desa tenggelam, sejumlah rumah hanyut, dan kerugian mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Kesaksian warga pada masa itu turut menggambarkan besarnya dampak banjir. Seorang saksi mata yang saat itu masih duduk di bangku SMA mengingat jelas bagaimana ia bersama orangtuanya mengungsi. Seorang anggota DPRD, almarhum Sondang Manik, turun langsung menyiapkan tenda pengungsian di dataran tinggi serta menyalurkan bantuan logistik bagi warga yang terdampak.
Kala itu, Aceh Singkil tampak seperti lautan. Gemuruh air besar menyapu apa saja yang dilewati, beberapa jembatan bergeser, transportasi lumpuh total, kayu-kayu gelondongan terbawa arus, perekonomian terhenti, dan suplai barang dari Medan terputus karena jalur Subulussalam–Sidikalang amblas selama beberapa hari.
Melihat besarnya kerusakan, Bupati Makmur Syahputra menyiapkan program relokasi bagi desa-desa yang berada di bantaran sungai ke kawasan yang lebih tinggi, terutama di wilayah pegunungan. Sebagian desa berhasil direlokasi, namun sebagian lainnya memilih tetap bertahan dengan berbagai pertimbangan.
Dua Dekade Berlalu, Ancaman Kembali Datang
Kini, setelah seperempat abad berlalu, Aceh Singkil kembali menghadapi air bah. Namun kali ini dengan kondisi berbeda. Banjir tahun ini dipandang sebagai fenomena alam murni, bukan lagi terkait aktivitas ilegal seperti illegal logging. Cuaca ekstrem yang terus terjadi di wilayah hulu membuat debit air meningkat drastis.
Desa tertua di Kecamatan Simpang Kanan, yakni Kampung Kuta Batu, yang selama 25 tahun tidak pernah terendam banjir, kini kembali disapa air bah. Hujan deras yang tak kunjung reda menambah risiko, terutama karena tingginya banjir di Kecamatan Simpang Kanan dan Gunung Meriah, serta meluapnya Sungai Lae Soraya.
Situasi ini membuat kekhawatiran meningkat, terutama bagi warga yang tinggal di daerah rawan longsor. Titik-titik longsor terus terjadi, dan warga diminta tetap waspada serta segera berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk evakuasi. Jika perlu, evakuasi mandiri dianjurkan tanpa harus menunggu bantuan mengingat curah hujan masih sangat tinggi di wilayah hulu.
Aceh Singkil, dari dulu hingga kini, tetap menjadi daerah dengan risiko banjir tahunan. Namun intensitas bencana kali ini memunculkan kekhawatiran lebih besar, mengingat tingkat curah hujan yang ekstrem dan banyaknya desa yang sudah tergenang.
Foto-foto situasi terkini banyak beredar melalui unggahan para netizen, menunjukkan bagaimana banjir besar kembali menguji ketabahan masyarakat Aceh Singkil. (Ramli Manik)




