Skandal Dayone Nongsa Mengguncang Batam: Dugaan Penindasan Kontraktor Lokal, BP Batam Dinilai Tutup Mata

Skandal Dayone Nongsa Mengguncang Batam: Dugaan Penindasan Kontraktor Lokal, BP Batam Dinilai Tutup Mata
Aceh singkil

Aceh singkil

Newscyber.id l Batam — Proyek Dayone Nongsa kini berubah menjadi sorotan besar. Bukan lagi sekadar proyek pembangunan, melainkan pusaran polemik yang menampilkan bagaimana kontraktor lokal diduga tertekan, dirugikan, hingga dibungkam melalui perjanjian yang dinilai menjerat.

Kontraktor lokal mengaku mengalami perlakuan tidak adil dan dipaksa menyetujui klausul yang merugikan.

“Kami dipaksa tanda tangan. Hak kami dipreteli. Somasi kami disapu bersih, seolah kami ini debu,” tegas salah satu kontraktor.

Seorang pengacara juga menyebut adanya manuver hukum balik yang dinilai sebagai tekanan psikologis terhadap pihak kontraktor. Publik pun bertanya-tanya: apakah proyek ini dikelola sesuai etika, atau dibalut tekanan yang menyesakkan?

Dugaan Manipulasi di KEK Nongsa: Publik Menilai Ada Yang Tidak Beres

Indikasi praktik tidak sehat di lingkungan proyek tersebut kini menjadi gelombang besar yang mengguncang citra KEK Nongsa. Beberapa dugaan yang mencuat antara lain:

pemotongan kontrak dalam jumlah signifikan,

pembayaran miliaran rupiah yang dibekukan,

perubahan arah dokumen,

hingga laporan kepada otoritas yang tak mendapat tindak lanjut.

Deretan dugaan ini membuat publik menyimpulkan bahwa ada sesuatu yang sangat janggal dalam penanganan proyek tersebut.

Nilai Proyek Anjlok Drastis: Dari Rp5,65 Miliar Menyusut ke Rp2,4 Miliar

Dokumen yang diterima redaksi menunjukkan pemangkasan nilai proyek dari Rp5,65 miliar menjadi Rp2,4 miliar. Kontraktor menyebut pemotongan tersebut dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar yang jelas.

Empat poin yang paling disorot kontraktor meliputi:

1. Retensi Rp250 juta yang belum jelas statusnya.

2. Pekerjaan sebesar Rp1,5 miliar yang belum dibayar.

3. Pekerjaan tambahan yang dinilai tidak dihargai layak.

4. Standby alat berat senilai Rp1,2 miliar yang sebelumnya disepakati—namun diabaikan.

Kontraktor menggambarkan penanganan tagihan sebagai bentuk penghindaran, pengaburan, dan permainan waktu.

“Kami menuntut hak. Mereka justru memutar cerita. Kami tidak akan diam lagi,” ujar kontraktor.

BP Batam dan Pengelola KEK Nongsa Dinilai Tutup Mata

Kemarahan publik kian memuncak karena kurangnya respons dari otoritas.

Meski laporan dan aduan sudah masuk, respons dari BP Batam maupun pengelola KEK Nongsa hingga kini dinilai:

– sunyi,

– gelap,

– tanpa tindakan,

– tanpa penjelasan,

– tanpa kejelasan bahwa laporan itu pernah ditangani.

Diamnya otoritas dianggap publik sebagai sesuatu yang janggal dan menyakitkan. Pertanyaan bermunculan:

Apa yang sedang dijaga? Mengapa laporan tak ditindaklanjuti? Apakah kontraktor lokal tidak mendapat perlindungan? Apakah investor asing memiliki prioritas hingga pengawasan terabaikan?

Publik Mendesak Tindakan Nyata: Bukan Lagi Permintaan, Tapi Ultimatum Moral

Hingga berita ini diterbitkan:

PT CCYRI belum memberikan klarifikasi,

BP Batam belum menunjukkan langkah konkret.

Sikap diam ini justru menyulut kemarahan publik. Masyarakat kini menuntut:

1. Pengembalian hak kontraktor lokal secara penuh dan transparan.

2. Audit menyeluruh terhadap proyek dan seluruh proses administrasinya.

3. Tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang membiarkan persoalan ini membesar.

Jika pembiaran terus berlanjut, publik menilai bahwa Batam bukan sedang membangun masa depan, melainkan menggali lubang reputasinya sendiri.

(Red)