Jurnalisme atau Alat Pemerasan? Saatnya Profesi Wartawan Dibersihkan

Jurnalisme atau Alat Pemerasan? Saatnya Profesi Wartawan Dibersihkan
Foto ilustrasi Saatnya Profesi Wartawan Dibersihkan

Newscyber.id l Jakarta – Dunia jurnalistik Indonesia menghadapi tantangan besar dengan semakin maraknya oknum wartawan gadungan yang menyalahgunakan profesinya untuk kepentingan pribadi. Fenomena ini semakin memprihatinkan seiring dengan berkembangnya media online yang memberikan ruang bagi siapa saja untuk mengklaim diri sebagai jurnalis, tanpa kompetensi dan pemahaman kode etik yang memadai.

Kasus terbaru yang menghebohkan dunia pers adalah dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seorang oknum wartawan di Riau, yang diketahui memiliki rekam jejak kriminal. SDO alias PJL, mantan anggota kepolisian yang dipecat karena kasus narkoba, kini tersandung kasus pemerasan dengan modus jurnalisme. Ia diduga menekan seorang kontraktor di Bangka Belitung dengan ancaman pemberitaan negatif jika tidak memenuhi tuntutan tertentu.

Ketua Dewan Pers Indonesia (DPI), dalam pernyataannya, menegaskan bahwa kasus-kasus seperti ini semakin mencoreng citra profesi wartawan yang seharusnya berfungsi sebagai pilar demokrasi. "Pers bukan alat untuk memeras atau menekan pihak tertentu. Wartawan yang bekerja secara profesional harus taat pada Kode Etik Jurnalistik," tegasnya.

Maraknya Wartawan Abal-Abal

Salah satu penyebab utama fenomena ini adalah lemahnya pengawasan terhadap pendirian media online. Banyak media yang tidak terverifikasi di Dewan Pers, tetapi tetap beroperasi dan merekrut individu yang tidak memiliki latar belakang jurnalistik. Akibatnya, banyak wartawan dadakan yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan fungsi utama pers sebagai penyampai informasi yang berimbang dan akurat.

Menurut data Dewan Pers, dari lebih dari 43.000 media online di Indonesia, hanya sekitar 1.000 yang telah terverifikasi. Ini menunjukkan betapa banyaknya media yang beroperasi tanpa standar yang jelas.

Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dalam wawancaranya, menyatakan bahwa masalah ini harus segera ditangani dengan regulasi yang lebih ketat. "Harus ada sertifikasi wajib bagi wartawan dan sistem pengawasan yang lebih ketat terhadap media online. Tanpa itu, jurnalisme kita akan semakin tergerus oleh kepentingan-kepentingan yang tidak sehat," ujarnya.

Menjaga Marwah Jurnalistik

Sejumlah organisasi pers telah mendesak agar pemerintah dan Dewan Pers memperketat aturan terkait verifikasi media dan sertifikasi wartawan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Memperketat sertifikasi wartawan agar hanya mereka yang benar-benar memiliki kompetensi yang bisa bekerja di bidang jurnalistik.
  2. Meningkatkan pengawasan terhadap media online untuk memastikan bahwa hanya media yang terverifikasi yang bisa beroperasi.
  3. Mengedukasi masyarakat agar lebih kritis dalam mengonsumsi berita dan tidak mudah percaya pada media yang tidak jelas kredibilitasnya.

Jika masalah ini terus dibiarkan, dampaknya tidak hanya merusak profesi wartawan tetapi juga mencederai kebebasan pers yang seharusnya dijaga dengan baik. Jurnalisme yang sejati harus didasarkan pada kebenaran, bukan kepentingan pribadi atau alat pemerasan.

Saatnya dunia pers membersihkan diri dan mengembalikan marwah jurnalistik ke jalur yang benar. (***)