Dampak Ekonomi Internasional: Indonesia Tetap Optimistis
Indonesia tetap menunjukkan optimisme dalam menjaga pertumbuhan ekonomi meski tekanan global meningkat. Pemerintah dan Bank Indonesia menilai fondasi ekonomi nasional cukup kuat menghadapi perlambatan ekonomi dunia, inflasi global, serta risiko geopolitik.
NewsCyber.id — Jakarta. Meskipun tekanan global semakin kuat, Indonesia tetap memproyeksikan pertumbuhan ekonomi yang optimistis. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, ketidakpastian perdagangan, dan risiko geopolitik dinilai sebagai tantangan utama, tetapi pemerintah dan otoritas moneter meyakini bahwa fondasi ekonomi nasional cukup kuat untuk menghadapi guncangan.
Beberapa lembaga internasional memperingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi global akan melambat. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menurunkan proyeksi pertumbuhan global akibat ketegangan dagang dan tingginya kebijakan proteksionisme.
Sementara itu, ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) memperingatkan bahwa perlambatan dunia bisa menekan ekspor Indonesia, terutama komoditas yang sangat tergantung pada permintaan luar negeri.
Meski demikian, Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang melebar, menunjukkan beban dari permintaan global yang melemah.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih tumbuh positif di tengah ketidakpastian global. Pada triwulan I 2025, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,87% (year-on-year), didorong oleh sektor pertanian, transportasi, dan industri makanan-minuman.
Kinerja semakin membaik di triwulan II 2025, di mana pertumbuhan mencapai 5,12%, menurut data lokal.
Pemerintah Indonesia tetap yakin terhadap prospek ekonomi nasional meski merevisi target pertumbuhan untuk 2025. Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, menyebut bahwa angka pertumbuhan yang disepakati (4,7–5,0%) masih jauh di atas rata-rata proyeksi global.
Pemerintah bahkan menyatakan bahwa langkah ini bukan tanda pesimisme, melainkan strategi realistis dengan mempertimbangkan konteks global.
Bank Indonesia (BI) pun menunjukkan optimisme. Menurut pernyataan dari Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, pertumbuhan Indonesia diproyeksikan tetap stabil di kisaran 5,4%, meski tarif resiprokal dan ketidakpastian eksternal ikut menekan prospek global.
Untuk merespons ketidakpastian global, pemerintah telah merancang campuran kebijakan fiskal dan moneter. Dalam dokumen resmi, strategi ini mencakup alokasi belanja sektor prioritas, insentif investasi, serta penguatan industri dalam negeri agar mengurangi ketergantungan impor.
Meski optimisme tinggi, sejumlah risiko tetap mengintai:
-
Perlambatan global bisa menurunkan permintaan ekspor Indonesia, terutama produk manufaktur dan komoditas.
-
Kebijakan tarif dari negara maju, yang diperingatkan oleh OECD, dapat memperburuk tekanan pada ekspor.
-
Neraca berjalan (current account) yang melebar menjadi catatan penting, karena bisa memengaruhi stabilitas makro.
Dalam menghadapi tantangan global, Indonesia menunjukkan ketangguhan ekonominya. Melalui kebijakan proaktif dan penyesuaian target pertumbuhan yang realistis, pemerintah dan BI menegaskan optimisme bahwa ekonomi nasional dapat tetap tumbuh di atas rerata global. Namun, upaya menjaga momentum pertumbuhan tetap harus diimbangi dengan kewaspadaan terhadap risiko eksternal yang terus berkembang.
(Ragil)




