Kisah Pilu Guru Honorer yang Terpaksa Berhenti Mengajar Karena Gaji yang Tak Kunjung Dibayar

Newscyber.id Lae Rimo, Aceh Singkil - Di balik kemegahan bangunan Islamic Center di Lae Rimo, tersimpan cerita duka yang jarang terdengar. Bangunan yang awalnya tak terpakai itu pernah diubah menjadi pesantren oleh Bupati Aceh Singkil saat itu, H. Safriadi Oyon, SH. Pesantren yang sempat menjadi pusat pendidikan dengan lebih dari seratus santri kini menyisakan kenangan pahit bagi para guru honorer yang pernah mengabdi di sana.
Seorang mantan guru honorer yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kisahnya dengan penuh emosi. “Dulu, saat Pak Oyon memimpin, gaji kami selalu lancar. Kami bisa mengajar dengan tenang, tak ada beban untuk kebutuhan sehari-hari," ungkapnya. Namun, setelah masa jabatan Oyon berakhir, keadaan berubah drastis. Gaji yang sebelumnya lancar mulai tersendat, hingga akhirnya berhenti sama sekali.
Kepedihan Guru Honorer: "Kami Terluntang-lantung, Gaji Tidak Dibayar Lagi"
Kondisi ini semakin berat ketika kebutuhan hidup mereka harus dipenuhi tanpa ada kepastian penghasilan. “Gaji kami dibayar setiap tiga bulan sekali, kadang-kadang tak kunjung datang. Sampai akhirnya tidak dibayar sama sekali," lanjutnya. Keadaan semakin sulit hingga beberapa guru harus terpaksa berhutang untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pengabdian para guru di pesantren itu akhirnya berujung pilu. Karena tak ada dana untuk operasional, santri yang ada pun terpaksa dipindahkan ke tempat lain. “Kami tak ingin mengorbankan pendidikan mereka, tetapi kami tak bisa terus mengajar tanpa kepastian. Kami menginginkan pendidikan yang lebih baik bagi para santri,” ujarnya penuh sesal.
Mimpi untuk Masa Depan: Janji Pasangan Oyon-Hamzah
Melihat keadaan ini, pasangan calon Bupati Aceh Singkil, Oyon-Hamzah, menyatakan komitmen mereka untuk memperbaiki kondisi pendidikan di wilayah tersebut. Salah satu program yang mereka canangkan adalah membentuk Badan Dayah khusus yang akan bertanggung jawab penuh atas pengelolaan pesantren. Mereka berjanji, jika terpilih untuk periode 2024-2029, kesejahteraan para guru pesantren akan menjadi prioritas utama.
Bagi para guru honorer yang pernah mengabdi di Lae Rimo, janji ini menjadi secercah harapan. Mereka berharap agar pengorbanan dan dedikasi mereka di masa lalu dapat dihargai dengan adanya kebijakan yang lebih memperhatikan nasib guru honorer dan pengelolaan pesantren di Aceh Singkil.
Suara Tokoh Agama: Jangan Biarkan Bangunan Megah Menjadi Kenangan Kosong
Ramli Manik, salah satu tokoh agama masyarakat Kecamatan Suro, turut mengutuk keadaan ini. Baginya, tragedi yang menimpa para guru honorer ini adalah bentuk ketidakpedulian terhadap pendidikan. “Bangunan semegah itu jangan dibiarkan kosong hanya karena anggaran tidak ada. Pendidikan harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Kini, bangunan Islamic Center yang pernah menjadi pusat pembelajaran terlihat sepi. Jeritan hati para guru honorer di pesantren Lae Rimo mungkin tak banyak terdengar, namun perjuangan mereka untuk mencerdaskan generasi muda Aceh Singkil tetap menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah hak yang harus diperjuangkan. Semoga dengan adanya pemimpin yang peduli, kondisi ini tidak lagi terulang di masa depan.
(Ramlimanik)