Ahli Watris Empat Pulau Sengketa Tidak Izinkan Pemerintah Sumatera Utara Letak Prasasti di lahan Mereka

Newscyber.id l Sejak diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 300.2.2 - 2138 Tahun 2025 Tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintah dan Pulau. Tertanggal 25 April 2025. Hal ini menimbulkan polemik antara Pemerintah Aceh, Pemerintah Sumatera Utara dan Kementeri Dalam Negeri Republik Indoneisa.
Dengan dialihkannya empat pulau tersebut yang awalnya masuk wiyah administrasi Pemerintah Aceh namun sekarang telah masuk dalam dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara, tepatnya berada di garis pantai perbatasan antar Kabupaten Aceh Singkil Prov. Aceh dan Kabupaten Tapanuli Tengah Prov. Sumut.
Menyambut gembira hasil keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut, Gubernur Sumutra Utara Bobby Nasution, dan Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu, telah berencana akan mengelola sumber daya yang terkandung di wilayah tersebut, juga dalam waktu dekat ini akan meletakkan Prasasti di empat pulau itu yakni Pulau Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek.
Pernyataan Gubernur Sumatera Utara tersebut disampaikan melalui kanal pemberitaan Serambinews.Com, tanyang pada edisi Kamis, 29 Mei 2025, hal yang senada juga disampaikan oleh Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu, pada kanal pemberitaan bitvonline.com edisi Kamis, 29 Mei 2025.
“Pulau itu belum berpenghuni, hanya dijadikan tempat istirahat para nelayan dari Tapteng. Kami akan datang bersama komunitas nelayan dan membangun prasasti wilayah Provinsi," (sesuai pernyataan Masinton pada pemberitaan bitvonline.com edisi Kamis, 29 Mei 2025.).
Rencana Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Utara itu menuai reaksi keras dari si pemilik sah empat pulau tersebut salah satunya Teuku Rusli Hasan, ahli waris Teuku Raja Udah, kepada media ……………… menyampaikan bahwa.
“Saya salah satu sebagai ahli waris pemilik lahan yang terdapat di empat pulau tersebut menyampaikan kepada Gubernur Sumut Pak Bobby Nasution dan Bupati Tapten Masinton agar tidak menlanjutkan rencana mereka untuk memasang prasasti di empat pulau tersebut, karena kami sebagai pemilik sah tidak mengizinkan pemerintah Sumatera Utara meletakkan Prasasti mereka dilahan milik kami,” ucap Teuku Rusli.
Lebih tegas lagi Teuku Rusli menyampaikan. “Jangankan untuk meletakkan prassasti milik Pemerintah Sumatera Utara bahkan disewa atau di kontrakkan saja kami sebagai ahli waris tidak akan pernah mengizinkannya,” Tegas Rusli.
Rusli juga menjelaskan dasar kekuatannya untuk menguasai pulau tersebut.
“Untuk menguasai empat pulau tersebut kami sebagai ahli waris bukan tidak punya alasan tetapi kami sebagai ahli waris Teuku Raja Udah sebagai pemilik awal empat pulau tersebut secara sah telah diakui oleh Negara, karena kami memiliki dokumen resmi hak milik sesuai Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh tertanggal 17 Juni 1965 Nomor 125/IA/1965,” jelas Rusli.
Selanjutnya Rusli menambahkan. “Namaun kami sebagai ahli waris tidak pernah memberi larangan atau pembatasan kepada masyarakat atau para nelayan yang ingin masuk atau singgah ke pulau tersebut, sebagaimana selama ini para nelayan banyak singggah dan berlabuh disitu, karena kami juga tidak ingin menimbulkan perselisihan antara masyarakat Singkil, Tapteng maupun Siboga, masalahah yang timbul sekarang ini adalah masyalah yang disebabkan Pemerintah Pusat, jadi jangan sampai sesame masyarakat nelayan di daerah tersebut yang dibenturkan,” tutup Rusli. (Ramli Manik)