UNGKAPAN TEGAS HOLIL: MENUNTUT PENYELESAIAN PELANGGARAN LIMBAH B3 OLEH PERUSAHAAN-PERUSAHAAN DI BEKASI

Newscyber.id l BEKASI – Ketua Intelijen Lembaga Garuda Sakti Republik Indonesia (LGSRI), Holil, bersama jajarannya dan tim media, mengungkapkan keterlibatan sejumlah pihak dalam dugaan praktik pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) secara ilegal. Pada Kamis, 15 Agustus 2024, operasi lapangan berhasil mengidentifikasi lokasi penyimpanan limbah B3 yang diduga ilegal di sebuah gudang milik H. Rusdi. Penyelidikan ini membuka dugaan keterlibatan perusahaan-perusahaan besar yang terlibat dalam rantai distribusi dan pembuangan limbah tanpa izin.

Dalam keterangan yang diberikan Holil, disebutkan adanya kerjasama antara PT Inkote Indonesia dan PT Rizki Anugerah Mandiri yang mencakup pengangkutan limbah cair berbahaya, termasuk cat, resin, toner, oli bekas, serta bahan kimia lainnya. "Mereka memiliki MoU untuk pengelolaan limbah ini, tapi tidak semua izin lengkap, bahkan ada indikasi pelanggaran dengan memanfaatkan nama PT Rizki secara ilegal,” jelas Holil.

Lebih lanjut, Holil menyebutkan bahwa selain PT Inkote dan PT Rizki, terdapat lima perusahaan lain yang diduga terlibat dalam pengelolaan limbah B3 tanpa izin resmi, yaitu PT Avesta Continental Pack, PT Wahana Pamunah Limbah Industry, PT Harapan Baru Sejahtera Plastic, PT Fukusuke Kogyo Indonesia, dan PT Triguna Pratama Abadi. Ketujuh perusahaan ini disebut sebagai lingkaran pelaku yang telah melakukan pengelolaan limbah berbahaya secara ilegal.

Dalam operasi yang dilakukan pada 7 Februari 2024, Holil dan timnya bekerja sama dengan beberapa ormas dan media untuk menginvestigasi pergerakan limbah dari PT Inkote hingga ke gudang milik PT Rizki. "Kami memeriksa semua dokumen dan tidak ada izin yang sah untuk pengangkutan dan pengelolaan limbah B3 tersebut," kata Holil. “Mobil yang membawa limbah itu juga tertangkap tangan saat melakukan pembongkaran di lokasi yang diduga tidak berizin,” tambahnya.

Holil menyerukan agar pihak kepolisian menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan limbah berbahaya ini. Ia menuntut agar para oknum dan perusahaan-perusahaan tersebut dijerat dengan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 69 ayat (1) huruf d UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur hukuman penjara minimal 5 tahun hingga 15 tahun dan denda sebesar Rp5 miliar hingga Rp15 miliar bagi pelanggar.

“Kami menghimbau Kapolri agar segera melakukan tindakan hukum terhadap para pelaku yang terlibat dalam kegiatan ini,” tutup Holil.

(Red)