Dugaan Keterlibatan Aparat Desa dalam Politik Praktis Jelang Pilkada Aceh Singkil, Panwaslih Dituding Lakukan Pembiaran

Newscyber.id l Singkil, 29 Oktober 2024 – Menjelang pemilihan bupati dan wakil bupati, suasana politik di Aceh Singkil semakin memanas. Di tengah persaingan ketat antarpasangan calon (paslon), beberapa aparat desa diduga mulai terlibat dalam aktivitas politik praktis yang seharusnya mereka hindari. Di sisi lain, Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh Singkil turut mendapat sorotan publik atas dugaan kongkalikong dengan salah satu paslon, dituding membiarkan pelanggaran ini tanpa tindak lanjut.
Sebagai penanggung jawab independen, Panwaslih memiliki peran penting dalam memastikan netralitas perangkat desa dan pejabat publik lainnya selama masa kampanye. Namun, dugaan adanya keterlibatan Panwaslih dengan salah satu paslon memunculkan berbagai kritik dan kekecewaan dari masyarakat yang berharap pada penyelenggaraan pilkada yang bersih dan adil.
Dalam konteks ini, peraturan tentang netralitas pejabat desa sebenarnya sudah sangat jelas diatur dalam berbagai regulasi.
1. UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa: Pasal 29 huruf (g) melarang kepala desa menjadi pengurus partai politik. Sementara di huruf (j), disebutkan larangan bagi kepala desa untuk ikut serta atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum atau pilkada. Tak hanya kepala desa, perangkat desa lain seperti sekretaris desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga diwajibkan bersikap netral dalam proses politik praktis ini.
2. UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu: Pasal 280 ayat 2 melarang kepala desa dan perangkatnya untuk ikut serta dalam kegiatan kampanye. Pasal 282 mempertegas larangan bagi pejabat publik, termasuk kepala desa, untuk tidak membuat keputusan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
3. UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada: Pasal 70 ayat (1) menegaskan larangan keterlibatan kepala desa dan perangkat desa dalam kampanye paslon.
Kepala desa dan perangkat yang melanggar ketentuan tersebut menghadapi ancaman sanksi serius, mulai dari teguran administratif, pemberhentian sementara, hingga pemecatan, sesuai UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 30 dan 52. Sedangkan dalam UU No. 7 Tahun 2017 Pasal 490, kepala desa yang secara sengaja melakukan tindakan politik praktis selama masa kampanye dapat diancam hukuman penjara hingga satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta.
Publik Harapkan Tindakan Tegas
Keterlibatan aparat desa dalam politik praktis di Aceh Singkil mencoreng prinsip netralitas dan kepercayaan publik. Masyarakat berharap Panwaslih segera bertindak tegas terhadap indikasi pelanggaran ini agar pilkada dapat berlangsung dengan adil, tanpa pengaruh dari pihak-pihak yang seharusnya bersikap netral.
Sorotan kini tertuju pada langkah Panwaslih dalam menghadapi dugaan pelanggaran ini. Transparansi dan ketegasan dari pihak berwenang diharapkan bisa menciptakan pemilu yang jujur dan adil, tanpa ada upaya “titipan” untuk memenangkan paslon tertentu.
(Ramlimanik)