KRISIS SDM DI ACEH SINGKIL: KONI & PMI Didominasi Jabatan Ganda, PPPK dan ASN Ikut Terlibat, Aturan Diabaikan!

KRISIS SDM DI ACEH SINGKIL: KONI & PMI Didominasi Jabatan Ganda, PPPK dan ASN Ikut Terlibat, Aturan Diabaikan!
Pengangkatan Hidayat Riadi Manik, SH sebagai ketua kedua lembaga
Aceh singkil

Aceh singkil

Newscyber.id l Kabupaten Aceh Singkil tengah menghadapi krisis serius dalam tata kelola sumber daya manusia. Pelantikan pengurus baru Palang Merah Indonesia (PMI) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) bukannya membawa angin segar, justru membuka borok praktek rangkap jabatan yang mengakar, melibatkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan bahkan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pengangkatan Hidayat Riadi Manik, SH sebagai ketua kedua lembaga tersebut awalnya disambut positif, namun struktur pengurus yang nyaris identik memicu gelombang kekecewaan. Masyarakat menyindir situasi ini seperti “jaman kerajaan”, di mana kedekatan dengan “putra mahkota” menjadi tiket instan untuk mendapatkan jabatan, meski tanpa kompetensi atau gaji resmi dari organisasi.

Rangkap Jabatan: Melanggar Aturan, Tapi Dibela Mati-Matian

Salah satu contoh paling nyata adalah JL, oknum PPPK dari Dinas Pemadam Kebakaran Kecamatan Suro, yang masuk dalam struktur pengurus PMI dan KONI. Saat dikonfirmasi, JL tidak menunjukkan penyesalan, bahkan menantang media untuk mempublikasikan. “Silakan beritakan, bos! Memang saya ikut, tapi kan tak digaji!” katanya dengan nada kesal melalui WhatsApp.

Pernyataan ini menampar logika hukum dan etika ASN. Undang-undang sudah jelas: PPPK dilarang merangkap jabatan, apalagi jabatan struktural yang berkaitan dengan lembaga yang dibiayai oleh APBD. Jarak antara tempat tugas JL dan kantor PMI pun mencapai 45 km—fakta yang menunjukkan bahwa keikutsertaan itu bukan hanya melanggar aturan, tapi juga mengganggu efektivitas kerja utama sebagai petugas pemadam kebakaran.

Simbol Kegagalan Tata Kelola

Tak hanya PPPK, laporan dari media Newscyber mengungkap keterlibatan sejumlah ASN aktif dalam dua organisasi ini. Semua mengarah pada satu titik masalah: jabatan-jabatan strategis di Aceh Singkil bukan didasarkan pada meritokrasi, tapi pada jaringan kekuasaan.

Fenomena ini bukan hanya pelanggaran administratif. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap profesionalisme, tanggung jawab publik, dan semangat reformasi birokrasi. Jika dibiarkan, akan menjadi preseden buruk dan mencoreng wajah pemerintahan daerah.

Desak Penertiban!

Pemerintah daerah tidak bisa lagi tinggal diam. Sudah saatnya dilakukan audit menyeluruh terhadap struktur keanggotaan organisasi yang dibiayai negara. Mereka yang terbukti melanggar aturan harus ditindak tegas – dicopot atau diberhentikan.

Aceh Singkil butuh SDM yang bekerja demi rakyat, bukan demi gengsi jabatan. Jabatan bukan mainan, dan organisasi publik bukan tempat berbagi kue kekuasaan.

(Ramlimanik)